إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه.
أَمَّا بَعْدُ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
Ma’asyiral muslimin rakhimakumullah,
Allah SWT menurunkan ayat Al Qur’an pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan perintah untuk membaca, yakni:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,” (QS Al‐’Alaq; 1).
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah SWT memuliakan ilmu dan ahlinya. Ilmu merupakan modal pokok yang harus dimiliki oleh seorang muslim dalam beragama. Dalam sholat kita selalu memohon kepada Allah petunjuk jalan yang lurus.
“Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka.” (Al-Fatihah: 6-7)
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di berkata dalam tafsirnya:
“Tunjukilah kami, bimbinglah kami, dan berilah kami hidayah at-taufiq ke jalan yang lurus, yaitu jalan yang jelas, yang akan mengantarkan kami kepada Allah SWT dan surga-Nya. Yang dimaksud dengan nikmat yang telah Allah SWT limpahkan kepada mereka adalah mengilmui kebenaran dan mengamalkannya.
Oleh karena itulah Rasulullah SAW berdoa:
“Ya Allah, berikanlah manfaat kepadaku dengan apa yang telah Engkau ajarkan kepadaku, dan ajarilah aku hal-hal yang akan bermanfaat bagiku, dan tambahkanlah untukku ilmu.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani)
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari nafsu yang tidak pernah puas/cukup, dan dari doa yang tidak dikabulkan.” (HR. Muslim, Ahmad dan An-Nasa’i dari Zaid bin Arqam)
Dengan hadits yang agung inilah, Rasulullah SAW memberitahukan kepada kita sebagian tanda-tanda ilmu yang bermanfaat.
Ilmu yang bermanfaat dapat diketahui dengan melihat kepada pemilik ilmu tersebut. Di antara tanda-tandanya adalah:
1. Pemilik ilmu yang bermanfaat, apabila ilmunya bertambah, bertambah pula sikap tawadhu’, rasa takut, kehinaan, dan ketundukannya di hadapan Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman dalam Surah Fathir ayat 28 :
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba‐hamba‐Nya, hanyalah ulama.”
Al-Imam Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya: “(Maksud ayat tersebut adalah) hanya saja yang takut kepada Allah SWT dengan sebenar-benar takut adalah para ulama yang mengenal-Nya. Karena ketika semakin sempurna pengenalan dan ilmu terhadap Dzat Yang Maha Agung, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Mengetahui, Yang memiliki sifat-sifat yang sempurna dan nama-nama yang baik, akan semakin sempurna dan semakin besar pula khasyyah (rasa takut) nya.”
Ibnul Qayyim menyatakan, “Tidaklah disebut alim (orang berilmu) kecuali orang yg punya rasa takut pada Allah. Semakin hilang ilmu, semakin hilang rasa takut. Jika rasa takut hilang, maka ilmu pun akan makin redup.” (Syifa’ Al‐‘Alil, 2: 949)
Ibnu Mas’ud berkata: “Bukanlah ilmu itu karena banyaknya hadits, akan tetapi ilmu itu karena banyaknya khasy-yah.” Sebagian salaf berkata: “Barangsiapa takut kepada Allah SWT maka dia adalah orang yang berilmu, dan barangsiapa yang mendurhakai Allah SWT maka dia adalah orang yang bodoh.”
2. Ilmu yang bermanfaat mengajak pemiliknya untuk mengamalkannya, maka hal itu adalah tanda ilmu yang bermanfaat. Allah SWT berfirman:
“Mengapa kalian suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kalian melupakan diri (kewajiban) kalian sendiri, padahal kalian membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kalian berpikir?” (Al-Baqarah: 44)
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin berkata: “Hal ini (mengamalkan ilmu) terjadi setelah beriman. Yaitu engkau beriman terhadap apa yang engkau ilmui lalu mengamalkannya. Di mana tidak mungkin beramal (dengan benar) kecuali dengan beriman. Maka, apabila seseorang tidak diberi hidayah untuk mengamalkan ilmu, berarti dia mengilmui berbagai perkara namun tidak mengamalkannya, sehingga ilmunya bukanlah ilmu yang bermanfaat.” (Syarh Hilyah, hal. 163) Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata (Syarh Al-Ushul Ats-Tsalatsah, hal. 19): “Karena seseorang itu tidak cukup hanya dengan belajar dan mengajar, bahkan dia harus mengamalkan ilmunya. Maka ilmu tanpa amal hanyalah menjadi hujjah yang menimpa pemiliknya. Sehingga ilmu itu bukan ilmu yang nafi’ kecuali bila disertai pengamalan. Orang yang berilmu namun tidak mengamalkannya, dia adalah orang yang dimurkai. Karena dia mengetahui kebenaran namun meninggalkannya.
Rasulullah SAW bersabda:
“Dan Al-Qur’an itu adalah hujjah bagimu (bila mengamalkannya) atau hujjah yang menimpamu (bila tidak mengamalkannya).” (HR. Muslim dari Abu Malik Al-Asy’ari )
Dari Abu Zaid Usamah bin Zaid, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
“Didatangkan seseorang pada hari kiamat, kemudian dilemparkan ke dalam neraka. Maka keluarlah isi perutnya. Lalu dia berputar-putar seperti berputarnya keledai di penggilingan gandum. Berkumpullah penghuni neraka (mengerumuninya) sambil berkata: ‘Wahai fulan, kenapa engkau? Bukankah engkau dahulu (di dunia) memerintahkan yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar?’ Dia menjawab: ‘Benar, aku memerintahkan yang ma’ruf namun aku tidak melakukannya. Aku melarang yang mungkar namun aku melakukannya’.” (Muttafaqun ‘alaih)
3. Ilmu yang bermanfaat mengajak pemiliknya untuk Tawadhu’
Allah SWT berfirman:
“Dan hamba-hamba Dzat Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati. Dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (Al-Furqan: 63)
Asy-Syaikh As-Sa’di dalam tafsirnya berkata: “Mereka berjalan dalam keadaan tenang, tawadhu’ (merendahkan diri) terhadap Allah SWT dan terhadap makhluk-Nya (karena Allah SWT). Ini adalah sifat mereka. Mereka memiliki sifat sopan, tenang, tawadhu’ terhadap Allah SWT dan terhadap makhluk-Nya.”
Dari ‘Iyadh bin Himar, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian saling tawadhu’, sehingga tidak ada seorangpun yang merasa lebih mulia atas yang lainnya, dan tidak ada seorangpun yang menzalimi yang lain.” (HR. Muslim)
Rasulullah SAW juga bersabda:
“Tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah kecuali Allah akan meninggikan derajatnya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
4. Ilmu yang bermanfaat mengajak pemiliknya untuk Qana’ah
Qana’ah adalah ridha dan merasa cukup dengan rezeki yang Allah SWT karuniakan kepadanya. Rasulullah SAW bersabda:
“Sungguh beruntung orang yang masuk Islam dan rezeki mencukupi kebutuhan hidupnya, dan Allah menjadikannya merasa cukup (qana’ah) dengan apa yang Allah karuniakan kepadanya.” (HR. Muslim, dari Abdullah bin ‘Amr )
Karena itu, seorang hamba harus menghiasi dirinya dengan sikap qana’ah terhadap dunia yang fana ini.
Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam berkata: “Bila engkau mengarahkan pandanganmu ke tengah-tengah kehidupan kaum muslimin, baik dahulu maupun sekarang, niscaya akan engkau dapati mayoritas orang yang menyimpang dari ash-shirathal mustaqim dikarenakan tamak terhadap harta dan tahta. Maka barangsiapa yang membukakan pintu ini untuk dirinya niscaya dia akan sering berganti (prinsip), berubah warna dan menganggap ringan urusan agamanya.” (Bidayatul Inhiraf, hal. 141)
Al-Imam Ibnul Qayyim berkata:
“Setiap orang yang lebih memilih dan mencintai dunia dari kalangan orang yang berilmu, pasti dia akan berkata tentang Allah SWT (Dzat, nama, sifat, perbuatan dan syariat-Nya) dengan ucapan yang tidak benar dalam fatwa-fatwa, hukum, berita, dan konsekuensi-konsekuensinya. Karena kebanyakan hukum-hukum Allah SWT menyelisihi keinginan-keinginan manusia. Lebih-lebih bagi orang yang berambisi mendapatkan kedudukan atau jabatan, serta orang yang diperbudak oleh hawa nafsunya. Ambisi-ambisi mereka tidak akan terpenuhi kecuali dengan menyelisihi al-haq dan banyak menolaknya. Apabila seorang yang berilmu atau hakim lebih mencintai kedudukan, jabatan, atau hawa nafsunya, maka ambisi tersebut tidak akan terpenuhi kecuali dengan segala kebenaran yang bertentangan dengannya.
5. Tidak suka pujian dan enggan menganggap diri sendiri lebih baik dari orang lain, serta menjauhi ketenaran. Kalaupun ia disanjung lalu menjadi populer itu bukan karena keinginan dan pilihannya.
6. Ilmu yang dipelajari tidak jadi kebanggaan dan kesombongan di hadapan lainnya. Ia sadar bahwa para salaf dahulu jauh lebih mulia dan ia pun selalu berprasangka baik pada mereka.
Demikianlah tanda-tanda ilmu yang bermanfaat yang dimiliki seseorang. Semoga kita termasuk orang yang selalu memperhatikan kemanfaatan ilmu yang kita miliki untuk terus mengasahnya dan membuat ketakwaan kita bertambah. Aamiin
Allah SWT menurunkan ayat Al Qur’an pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan perintah untuk membaca, yakni:
اقْـرأْ باسْمِ ربِّ كَ الَّ ذِي خَلقَ
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,” (QS Al‐’Alaq; 1).
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah SWT memuliakan ilmu dan ahlinya. Ilmu merupakan modal pokok yang harus dimiliki oleh seorang muslim dalam beragama. Dalam sholat kita selalu memohon kepada Allah petunjuk jalan yang lurus.
“Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka.” (Al-Fatihah: 6-7)
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di berkata dalam tafsirnya:
“Tunjukilah kami, bimbinglah kami, dan berilah kami hidayah at-taufiq ke jalan yang lurus, yaitu jalan yang jelas, yang akan mengantarkan kami kepada Allah SWT dan surga-Nya. Yang dimaksud dengan nikmat yang telah Allah SWT limpahkan kepada mereka adalah mengilmui kebenaran dan mengamalkannya.
Oleh karena itulah Rasulullah SAW berdoa:
اللَّهُمَّ انْفَعْنِي بِمَا عَلَّمْتَنِي، وَعَلِّمْنِي مَا يَنْفَعُنِي، وَزِدْنِي عِلْمًا
“Ya Allah, berikanlah manfaat kepadaku dengan apa yang telah Engkau ajarkan kepadaku, dan ajarilah aku hal-hal yang akan bermanfaat bagiku, dan tambahkanlah untukku ilmu.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani)
اللَّهُمَّ إِنِّـي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ، وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يـَخْشَعُ، وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ، وَمِنْ دَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجَابُ لَهَا
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari nafsu yang tidak pernah puas/cukup, dan dari doa yang tidak dikabulkan.” (HR. Muslim, Ahmad dan An-Nasa’i dari Zaid bin Arqam)
Dengan hadits yang agung inilah, Rasulullah SAW memberitahukan kepada kita sebagian tanda-tanda ilmu yang bermanfaat.
Ilmu yang bermanfaat dapat diketahui dengan melihat kepada pemilik ilmu tersebut. Di antara tanda-tandanya adalah:
1. Pemilik ilmu yang bermanfaat, apabila ilmunya bertambah, bertambah pula sikap tawadhu’, rasa takut, kehinaan, dan ketundukannya di hadapan Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman dalam Surah Fathir ayat 28 :
إَّ نما يَخشَى اللَّهَ مِنْ عِبادِهِ العلمَاء
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba‐hamba‐Nya, hanyalah ulama.”
Al-Imam Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya: “(Maksud ayat tersebut adalah) hanya saja yang takut kepada Allah SWT dengan sebenar-benar takut adalah para ulama yang mengenal-Nya. Karena ketika semakin sempurna pengenalan dan ilmu terhadap Dzat Yang Maha Agung, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Mengetahui, Yang memiliki sifat-sifat yang sempurna dan nama-nama yang baik, akan semakin sempurna dan semakin besar pula khasyyah (rasa takut) nya.”
Ibnul Qayyim menyatakan, “Tidaklah disebut alim (orang berilmu) kecuali orang yg punya rasa takut pada Allah. Semakin hilang ilmu, semakin hilang rasa takut. Jika rasa takut hilang, maka ilmu pun akan makin redup.” (Syifa’ Al‐‘Alil, 2: 949)
Ibnu Mas’ud berkata: “Bukanlah ilmu itu karena banyaknya hadits, akan tetapi ilmu itu karena banyaknya khasy-yah.” Sebagian salaf berkata: “Barangsiapa takut kepada Allah SWT maka dia adalah orang yang berilmu, dan barangsiapa yang mendurhakai Allah SWT maka dia adalah orang yang bodoh.”
2. Ilmu yang bermanfaat mengajak pemiliknya untuk mengamalkannya, maka hal itu adalah tanda ilmu yang bermanfaat. Allah SWT berfirman:
أَتَأْمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ ٱلْكِتَٰبَ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Mengapa kalian suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kalian melupakan diri (kewajiban) kalian sendiri, padahal kalian membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kalian berpikir?” (Al-Baqarah: 44)
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin berkata: “Hal ini (mengamalkan ilmu) terjadi setelah beriman. Yaitu engkau beriman terhadap apa yang engkau ilmui lalu mengamalkannya. Di mana tidak mungkin beramal (dengan benar) kecuali dengan beriman. Maka, apabila seseorang tidak diberi hidayah untuk mengamalkan ilmu, berarti dia mengilmui berbagai perkara namun tidak mengamalkannya, sehingga ilmunya bukanlah ilmu yang bermanfaat.” (Syarh Hilyah, hal. 163) Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata (Syarh Al-Ushul Ats-Tsalatsah, hal. 19): “Karena seseorang itu tidak cukup hanya dengan belajar dan mengajar, bahkan dia harus mengamalkan ilmunya. Maka ilmu tanpa amal hanyalah menjadi hujjah yang menimpa pemiliknya. Sehingga ilmu itu bukan ilmu yang nafi’ kecuali bila disertai pengamalan. Orang yang berilmu namun tidak mengamalkannya, dia adalah orang yang dimurkai. Karena dia mengetahui kebenaran namun meninggalkannya.
Rasulullah SAW bersabda:
وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ
“Dan Al-Qur’an itu adalah hujjah bagimu (bila mengamalkannya) atau hujjah yang menimpamu (bila tidak mengamalkannya).” (HR. Muslim dari Abu Malik Al-Asy’ari )
Dari Abu Zaid Usamah bin Zaid, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
يُؤْتَى بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُ بَطْنِهِ فَيَدُورُ بِهَا كَمَا يَدُورُ الْحِمَارُ فِي الرَّحَا فَيَجْتَمِعُ إِلَيْهِ أَهْلُ النَّارِ فَيَقُولُونَ: يَا فُلَانُ، مَا لَكَ؟ أَلَمْ تَكُنْ تَأْمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ؟ فَيَقُولُ: بَلَى، كُنْتُ آمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَلاَ آتِيهِ، وَأَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ وَآتِيهِ
“Didatangkan seseorang pada hari kiamat, kemudian dilemparkan ke dalam neraka. Maka keluarlah isi perutnya. Lalu dia berputar-putar seperti berputarnya keledai di penggilingan gandum. Berkumpullah penghuni neraka (mengerumuninya) sambil berkata: ‘Wahai fulan, kenapa engkau? Bukankah engkau dahulu (di dunia) memerintahkan yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar?’ Dia menjawab: ‘Benar, aku memerintahkan yang ma’ruf namun aku tidak melakukannya. Aku melarang yang mungkar namun aku melakukannya’.” (Muttafaqun ‘alaih)
3. Ilmu yang bermanfaat mengajak pemiliknya untuk Tawadhu’
Allah SWT berfirman:
“Dan hamba-hamba Dzat Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati. Dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (Al-Furqan: 63)
Asy-Syaikh As-Sa’di dalam tafsirnya berkata: “Mereka berjalan dalam keadaan tenang, tawadhu’ (merendahkan diri) terhadap Allah SWT dan terhadap makhluk-Nya (karena Allah SWT). Ini adalah sifat mereka. Mereka memiliki sifat sopan, tenang, tawadhu’ terhadap Allah SWT dan terhadap makhluk-Nya.”
Dari ‘Iyadh bin Himar, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ اللهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلاَ يَبْغِي أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ
“Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian saling tawadhu’, sehingga tidak ada seorangpun yang merasa lebih mulia atas yang lainnya, dan tidak ada seorangpun yang menzalimi yang lain.” (HR. Muslim)
Rasulullah SAW juga bersabda:
وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللهُ
“Tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah kecuali Allah akan meninggikan derajatnya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
4. Ilmu yang bermanfaat mengajak pemiliknya untuk Qana’ah
Qana’ah adalah ridha dan merasa cukup dengan rezeki yang Allah SWT karuniakan kepadanya. Rasulullah SAW bersabda:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَكَانَ رِزْقُهَا كِفَافًا وَقَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُ
“Sungguh beruntung orang yang masuk Islam dan rezeki mencukupi kebutuhan hidupnya, dan Allah menjadikannya merasa cukup (qana’ah) dengan apa yang Allah karuniakan kepadanya.” (HR. Muslim, dari Abdullah bin ‘Amr )
Karena itu, seorang hamba harus menghiasi dirinya dengan sikap qana’ah terhadap dunia yang fana ini.
Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam berkata: “Bila engkau mengarahkan pandanganmu ke tengah-tengah kehidupan kaum muslimin, baik dahulu maupun sekarang, niscaya akan engkau dapati mayoritas orang yang menyimpang dari ash-shirathal mustaqim dikarenakan tamak terhadap harta dan tahta. Maka barangsiapa yang membukakan pintu ini untuk dirinya niscaya dia akan sering berganti (prinsip), berubah warna dan menganggap ringan urusan agamanya.” (Bidayatul Inhiraf, hal. 141)
Al-Imam Ibnul Qayyim berkata:
“Setiap orang yang lebih memilih dan mencintai dunia dari kalangan orang yang berilmu, pasti dia akan berkata tentang Allah SWT (Dzat, nama, sifat, perbuatan dan syariat-Nya) dengan ucapan yang tidak benar dalam fatwa-fatwa, hukum, berita, dan konsekuensi-konsekuensinya. Karena kebanyakan hukum-hukum Allah SWT menyelisihi keinginan-keinginan manusia. Lebih-lebih bagi orang yang berambisi mendapatkan kedudukan atau jabatan, serta orang yang diperbudak oleh hawa nafsunya. Ambisi-ambisi mereka tidak akan terpenuhi kecuali dengan menyelisihi al-haq dan banyak menolaknya. Apabila seorang yang berilmu atau hakim lebih mencintai kedudukan, jabatan, atau hawa nafsunya, maka ambisi tersebut tidak akan terpenuhi kecuali dengan segala kebenaran yang bertentangan dengannya.
5. Tidak suka pujian dan enggan menganggap diri sendiri lebih baik dari orang lain, serta menjauhi ketenaran. Kalaupun ia disanjung lalu menjadi populer itu bukan karena keinginan dan pilihannya.
6. Ilmu yang dipelajari tidak jadi kebanggaan dan kesombongan di hadapan lainnya. Ia sadar bahwa para salaf dahulu jauh lebih mulia dan ia pun selalu berprasangka baik pada mereka.
Demikianlah tanda-tanda ilmu yang bermanfaat yang dimiliki seseorang. Semoga kita termasuk orang yang selalu memperhatikan kemanfaatan ilmu yang kita miliki untuk terus mengasahnya dan membuat ketakwaan kita bertambah. Aamiin
بَارَكَ اللهُ لِي وَ لَكُمْ فِي الْقُرْانِ الْعَظِيْمِ, وَ نَفَعَنِي وَ إِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاَيَاتِ وَ الذِّكْرِ الْحَكِيْمِ
وَ تَقَبَّلَ مِنّي وَ مِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
وَ تَقَبَّلَ مِنّي وَ مِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ. وَ الصَّلاَةُ وَ السَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَي آلِهِ وَ صَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا اتَّقُوْا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا اتَّقُوْا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Jamaah sidang Jum’at Rahimakumullah,
Marilah kita akhiri pertemuan yang mulia ini dengan berdoa, semoga Allah SwT berkenan memberikan kita kemampuan untuk melaksanakan anjuranNya sehingga kita meraih kesuksesan dan kebahagaiaan dunia akhirat. Aamiin
Marilah kita akhiri pertemuan yang mulia ini dengan berdoa, semoga Allah SwT berkenan memberikan kita kemampuan untuk melaksanakan anjuranNya sehingga kita meraih kesuksesan dan kebahagaiaan dunia akhirat. Aamiin
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ الاَحْيِاءِ مِنْهُمْ وَالاَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ وِ يَا قَاضِيَ الحَاجَاتِ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَتَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. اَللَّهُمَّ افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ
رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ العِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْن وَسَلَامٌ عَلَى المُرْسَلِيْنَ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَتَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. اَللَّهُمَّ افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ
رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ العِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْن وَسَلَامٌ عَلَى المُرْسَلِيْنَ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Khutbah Jum’at: Tanda-tanda Ilmu yang bermanfaat
Oleh: Purwanto
- MUSLIM YANG MENENTRAMKAN
- KEIKHLASAN
- TANDA-TANDA ILMU BERMANFAAT
- KHUTBAH: SYUKUR NIKMAT
- KHUTBAH: PESAN PENTING MAULID NABI
Jika berkenan, silahkan beri ulasan di kolom komentar. Terima Kasih.
Install Aplikasinya di Android Rumah Belajar.APK
Jika Sobat ingin membagikannya ke teman-teman, Silahkan KLIK TOMBOL BERBAGI DI BAWAH INI!
0 comments:
Posting Komentar